Kufah merupakan sebuah kota yang menjadi pusat administrasi pemerintahan khalifah keempat, Sayyidina Ali. Di kota inilah banyak intelektual Muslim bermukim dan mengembangkan keilmuannya, salah satunya adalah Imam ‘Ashim bin Abi al-Najud.
Ada tiga nama imam qira’ah sab’ah yang bermukim di kota ini, yaitu ‘Ashim bin Abi al-Najud, Hamzah al-Zayyat, dan Ali al-Kisa’i. Ketiga imam ini memiliki integralisasi transmisi periwayatan yang tidak terputus, namun berdiri secara mandiri.
Imam Hamzah pernah belajar kepada ‘Ashim, sementara Imam al-Kisa’i pernah belajar kepada Imam Hamzah. Oleh karena itu, maka wajar Imam ‘Ashim menempati urutan pertama diantara mereka berdua.
Selain itu, dari sisi sanad, Imam ‘Ashim memiliki sanad tertinggi diantara mereka berdua, bahkan tertinggi ketiga diantara para imam qira’at sab’ah, setelah Imam Ibnu Amir dan Imam Ibnu Katsir.
Biografi Imam Ashim
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abi Najud al-Asadi. Nama panggilannya (kuniyah), Abu bakar. Sebagian riwayat mengatakan bahwa nama bapaknya adalah Bahdalah, sebagian riwayat yang lain mengatakan bahwa Bahdalah adalah nama ibunya, sebagian riwayat yang lain juga mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdulllah sedangkan Abi Najud adalah kuniyahnya.
Secara garis keturunan, beliau termasuk marga al-Asadi al-Kufi. Kata “al-Asadi” dinisbatkan kepada marganya, sedangkan “al-Kufi” dinisbatkan kepada tempat tinggalnya, yaitu Kufah.
Beliau adalah salah satu imam qira’at sab’ah dari kalangan ulama Kufah, dan termasuk tabi’in yang agung. Setelah gurunya, Abdurrahman al-Sullami, wafat, beliau menggantikan posisinya sebagai masyikhah (guru) iqra’ di Kufah, sehingga banyak para pelajar datang dari berbagai negara untuk belajar kepadanya.
Secara profesionalitas keilmuan, beliau merangkap dua keahlian, yaitu fashahah-tajwid dan teliti-mutqin. Beliau tidak hanya memiliki penguasaan dalam bidang fashahah dan mutiqin, namun beliau juga memiliki suara yang indah saat membaca Al-Qur’an. Hal ini dibuktikan oleh persaksiannya Imam Syu’bah: “Saya berulangkali mendengar Abi Ishaq al-Sabi’i berkata: ‘Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih bagus membaca Al-Qur’an dibandingkan ‘Ashim bin Abi Najud. Beliau alim dalam bidang sunnah, bahasa, nahwu dan fiqih’.”
Perjalanan Intelektual Imam ‘Ashim
Dalam bidang ilmu Al-Qur’an dan qira’atnya, beliau belajar kepada tiga orang guru, yaitu Abu Abdurrahman al-Sullami, Zir bin Hubaisy, Sa’ad bin Ilyas al-Syaibani. Secara transmisi sanad beliau menempati posisi ketiga setelah Nabi Muhammad saw.
Berikut adalah transmisi sanadnya yang bersambung secara muttasil kepada Nabi Muhammad saw.:
1.) Al- Sullami belajar kepada lima sahabat; Utsman, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Mereka belajar langsung dari Nabi Muhammad saw.
2.) Zir bin Hubaisy belajar kepada Abdullah bin Mas’ud dari Nabi Muhammad saw.
3.) Al-Syaibani belajar kepada Abdullah bin Mas’ud dari Nabi Muhammad saw.
Dalam bidang hadits, beliau meriwayatkan dari Abi Ramatsah Rifa’ah al-Tamimi dan Harits bin Hassan al-Bakri. Keduanya bersahabat. Adapun hadits yang diriwayatkan dari Abi Ramatsah dapat djumpai di Musnad Ahmad bin Hanbal, sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Harits bin Hasan dapat dijumpai di kitabnya Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam.
Imam ‘Ashim termasuk ulama yang diperhitungkan dalam bidang hadits, beliau termasuk personal yang memiliki predikat tsiqah (terpercaya).
Imam Ahmad menyatakan bahwa Imam ‘Ashim adalah laki-laki shaleh, baik juga tsiqah, senada dengan Imam Ahmad, Imam Zar’ah dan para ulama hadits menyatakan bahwa Imam ‘Ashim adalah orang yang tsiqah.
Imam Abu Hatim juga menyatakan bahwa Imam ‘Ashim adalah kedudukannya terpercaya (mahalluhu al-shidq) dan hadits-hadits riwayatnya dapat dijumpai di kutubus sittah.
Karomah Imam ‘Ashim
Setiap manusia yang beriman dengan benar, beramal shaleh dan konsisten dalam beramal (istiqomah), maka Allah akan mengangkat derajatnya. Imam ‘Ashim merupakan salah satu ulama yang konsisten berkhidmah terhadap Kalam-Nya. Salah satu karomahnya adalah beliau membaca Al-Qur’an dengan sangat mutqin atau lancar walau ditinggal beberapa tahun tanpa muraja’ah (membaca ulang agar tetap hafal).
Imam ‘Ashim berkata kepada Imam Syu’bah: “Saya mengalami sakit selama dua tahun, (selama dua tahun itu, saya tidak muraja’ah hafalan Al-Qur’an saya), setelah saya sembuh, kemudian saya membaca Al-Qur’an dan tidak ada satupun kesalahan dan kekeliruan pada bacaan saya”.
Imam Abu Bakar berkata: “Ashim jika shalat beliau tegak seperti kayu, dan beliau mendirikan shalat pada hari Jum’at sampai menjelang shalat Ashar. Beliau adalah seorang abid (ahli ibadah), baik, dan selalu mendirikan shalat. Jika beliau punya keperluan, kemudian melihat sebuah masjid, maka beliau akan berkata: ‘Mari kita mampir ke masjid, karena keperluan kita tidak akan habis’. Beliau pun masuk ke masjid dan malaksanakan shalat”.
Komentar Ulama Tentang Imam ‘Ashim
Imam ‘Ashim adalah seorang ulama yang selalu meniru dan mengikuti aktifitas atau kebiasaan gurunya. Apa yang dilakukan oleh gurunya, beliau ikuti sebagai jalan dan teladannya. Hal ini disaksikan oleh Hammad bin Salamah, ia berkata: “Saya melihat ‘Ashim bin Bahdalah melakukan seperti yang dilakukan oleh gurunya Abdullah bin Habib al-Sullami”.
Putra Ahmad bin Hambal, Abdullah, bertanya kepada ayahnya tentang pribadi Imam ‘Ashim, ia menjawab: “Beliau adalah laki-laki shaleh, baik dan terpercaya. Kemudian saya bertanya lagi: “Bacaan siapa yang disukai oleh ayah?”. Ahmad bin Hambal menjawab: “Bacaan Imam Madinah (Nafi’). Kemudian putranya kembali bertanya, “Selain itu?”. “Bacaan Imam ‘Ashim” jawab Ahmad bin Hanbal.
Imam Hasan bin Shaleh berkata: “Saya tidak pernah melihat seorang pun yang lebih fasih daripada ‘Ashim, jika beliau berbicara maka ucapannya akan menjadi magnet.”
Imam Syu’bah berkata: “Saya mengunjungi Imam ‘Ashim saat menjelang ajalnya, saya mendengar beliau mengulang-ulang membaca ayat 62 surah al-An’am: (ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ), beliau membacanya dengan jelas dan bagus seakan-akan beliau membaca dalam keadaan shalat, karena tajwid bacaannya telah mendarah daging (watak alaminya) dalam dirinya.”
Imam Salamah bin ‘Ashim berkata: “Ashim adalah seorang yang memiliki adab, sopan-santun, agamis, fasih dan bagus suaranya (bacaannya)”.
Murid-murid Imam ‘Ashim
Setelah kepergian Imam Abu Abdurrahman al-Sullami ke pangkuan Tuhannya, Imam ‘Ashim menduduki posisinya sebagai ganti dari apa yang dirintis oleh gurunya sebagai syakh qira’at Al-Qur’an. Oleh karena itu, dengan kepakaran dan keahlian yang dimiliki oleh Imam ‘Ashim ini, banyak para pelajar yang berdatangan untuk belajar kepadanya, salah satunya adalah: Hafs bin Sulaiman, Abu Bakar Syu’bah bin Ayyasy, Abban bin Taghlib, Hammad bin Salamah, Sulaiman bin Mahran al-A’masy, Abu Mundzir Sallam bin Sulaiman, Sahal bin Syuaib, Syaiban bin Muawiyah.
Selain nama-nama murid Imam Ashim di atas, ada beberapa murid Imam ‘Ashim yang hanya belajar beberapa huruf (bacaan), yaitu: Abu Amr bin al-Ala’, Khalil bin Ahmad dan Hamzah bin Zayyat.
Setelah mendarma-baktikan diri berkhidmah kepada Kalam-Nya, beliau kembali kepada pangkuan Tuhannya pada tahun 127 H di Kufah.
Sumber: Situs PBNU