Imam Hamzah adalah salah satu imam qira’at sab’ah yang memiliki gelar al-Habr Al-Qur’an (tinta Al-Qur’an). Salah satu murid Imam Hamzah yang melanjutkan qira’atnya adalah Imam Sulaim. Ia adalah satu diantara murid Imam Hamzah yang paling menonjol dalam soal bacaan Imam Hamzah, darinya lahirlah dua generasi yang terbaik, yaitu Imam Khalaf dan Khallad. Kedua murid Imam Sulaim inilah kemudian menjadi perawi qira’at Imam Hamzah.
Biografi Imam Khalaf
Namanya Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab bin Khalaf al-Asadi al-Baghdadi al-Bazzar, kuniyahnya Abu Muhammad. Beliau salah satu perawi Imam Hamzah dari jalur Imam Sulaim. Selain sebagai perawi Imam Hamzah, beliau juga berstatus sebagai imam qira’at ke sepuluh yang memiliki (pilihan) bacaan sendiri, yang berbeda dengan Imam Hamzah.
Imam Khalaf memiliki kedudukan dan posisi yang berbeda; sebagai perawi dari Imam Hamzah sekaligus sebagai imam qira’at. Meskipun ia memiliki kedudukan dan posisi yang berbeda, tidak sedikit ulama yang memuji keilmuannya, bahkan tak ayal kalau beliau disebut sebagai orang yang sangat tsiqah (terpercaya) dalam soal periwayatan. Selain gelar tsiqah, Imam Khalaf juga dikenal sebagai orang yang hidup sederhana (zahid) alim dan ahli ibadah.
Beliau dilahirkan pada tahun 150 H di kota Baghdad.
Perjalanan Intelektualnya
Sejak kecil, Imam Khalaf telah menghafal Al-Qur’an di tanah kelahirannya, dan pada saat berumur 10 tahun beliau sukses menyelesaikan hafalan tersebut dengan baik dan lancar.
Ketika menginjak umur 13 tahun, beliau mengawali perjalanan intelektualnya menuntut ilmu kepada para ulama.
Imam Khalaf bercerita kepada muridnya, Imam Idris Abdul Karim: “Saya hafal Al-Qur’an saat berumur 10 tahun, kemudian ketika saya menginjak umur 13 tahun saya mengawali menuntut ilmu”.
Dalam waktu yang sangat lama, beliau memperdalam Al-Qur’an dan qira’atnya hingga kemudian dikenal oleh para ulama sebagai “Ahli Al-Qur’an”. Selain memperdalam Al-Qur’an dan qira’atnya, beliau tidak lupa diri untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman lainnya, utamanya ilmu hadits hingga kemudian dikenal sebagai “ahli hadits”. Maka tak ayal, sebagian ulama mengatakan, bahwa Imam Khalaf pada mulanya, dikenal dengan “ahli Al-Qur’an”, namun kemudian ia juga dikenal sebagai ahli hadits.
Para ulama qira’at banyak menyatakan bahwa guru utama Imam Khalaf dalam meriwayatkan qira’at Imam Hamzah adalah Imam Sulaim bin Isa. Darinya Imam Khalaf banyak ber-istifadah (mengambil faidah) tentang qira’at Hamzah hingga menempatkannya sebagai perawi dari Imam Hamzah.
Imam Khalaf berkata: “Saya membaca (setoran) Al-Qur’an kepada Sulaim berulangkali. Pada suatu ketika saya khatam, saya bertanya kepada Sulaim: ‘Apakah yang Anda ajarkan kepada saya adalah qira’at Hamzah?. beliau menjawab: ‘Iya’.”
Selain mahir dalam soal ilmu Al-Qur’an dan qira’atnya, Imam Khalaf juga dikenal sebagai mahir dalam ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti gramatikal bahasa Arab.
Dalam bidang hadits, Imam Khalaf belajar kepada para masyayikh (guru-guru) yang dikenal dengan ke-tsiqah-annya, seperti Hammad bin Zaid, Wahab bin Jarir bin Hazim, Sufyan bin Uyainah, Yazid bin Harun, Abi ‘Awanah, Abi Usamah, Khalid bin Abdullah al-Wasithi, Jarir al-Dhabbi dan Sallam al-Thawil.
Hadits-haditsnya banyak disebut dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya, Sahih Muslim, dan Abu Dawud dalam kitabnya, Sunan Abu Dawud. Di samping itu, banyak ulama yang mengutip hadits-hadits selain di dua kitab di atas, seperti Abu Zur’ah, Abu Hatim, Musa bin Harun, Abu Ya’la al-Mushili, Abu al-Qasim al-Baghawi, Muhammad bin Ibrahim bin Abban, dan putranya, Muhammad bin Khalaf.
Dalam belajar, jika ada kemusykilan atau kejanggalan yang dihadapi oleh Imam Khalaf, beliau menginfakkan sebagian hartanya sehingga kemusykilan tersebut menjadi terbuka dan mudah.
Beliau berkata: “Saya menemui kejanggalan dalam bab nahwu (gramatikal bahasa Arab), kemudian saya menginfakkan harta sebesar 80000 dirham, sehingga dengan itu kejanggalan saya terbuka dan saya mahir dalam soal nahwu”.
Guru-guru Imam Khalaf dan Transmisi Riwayatnya
Dalam memperluas bacaan qira’at Al-Qur’an, Imam Khalaf memiliki dua metode; membaca secara langsung di hadapan guru sampai khatam (Ardh) dan mendengarkan riwayat yang disampaikan oleh sang guru tanpa membaca (sima’an).
Untuk metode pertama, Imam Khalaf setoran Al-Qur’an secara langsung kepada Imam Sulaim bin Isa, Abdurrahman bin Hammad bin Hamzah, Abi Zaid Said bin Aus al-Ansari dari al-Mufaddhal al-Dhobi.
Di samping itu, Imam Khalaf meriwayatkan sebagian huruf (bacaan) dari Ishaq al-Musayyibi, Ismail bin Ja’far, Yahya bin Adam.
Sedangkan untuk metode yang kedua, Imam Khalaf mendengar qira’at Imam Ali al-Kisa’i sampai khatam tanpa membaca langsung kepadanya. Meskipun tanpa membaca di hadapannya, ia telah kuasai secara dhabt.
Selain belajar kepada para imam-imam di atas, Imam Khalaf ditengarai belajar kepada Imam Syu’bah namun tidak jadi sebab kalimat yang disampaikan Syu’bah kepadanya saat awal perjumpaannya menyinggung perasaannya. Sehingga beliau enggan melanjutkan belajar kepada Imam Syu’bah namun belajar kepada Yahya bin Adam, murid Imam Syu’bah.
Imam Khalaf adalah salah satu orang yang mengimplementasikan firman Allah tentang memuliakannya anak keturunan manusia, sebagaimana ia memuliakan dirinya sendiri, dan para penghafal Al-Qur’an. Hal tersebut dibuktikan dari cerita yang disampaikan Ahmad bin Ibrahim Waraqah yang mendengar langsung dari Imam Khalaf. Beliau berkata: “Saya datang ke Kufah menemui Sulaim. Kemudian ia berkata: ‘Apa yang akan aku lakukan untukmu?’.”
Saya berkata: “Saya mau membaca Al-Qur’an kepada Abu Bakar bin Ayyasy (Imam Syu’bah, murid Imam Ashim), kemudian Sulaim memanggil anaknya, dan menulis sepucuk surat untuk disampaikan kepada Imam Syu’bah, saya tidak tahu apa yang ditulisnya. Kemudian kami mendatanginya dan ia membaca surat tersebut dan pandangannya tertuju ke mulut saya. Kemudian berkata: “Kamu Khalaf?”. Saya jawab: “iya”. Kemudian ia berkata: “Tidak ada seorang pun yang akan menggantikan posisimu orang yang membaca kepadamu (tidak ada generasi yang akan melanjutkan qira’at bacaannya). Kemudian saya diam. Maka ia pun menyuruh saya untuk duduk dan membaca kepadanya, “Bacalah!”. Saya pun kaget sambil bertanya, “Membaca kepada Anda?”, Ia pun menjawab: “Iya”. Saya menjawab dengan tegas: “Tidak, demi Allah saya tidak akan membaca kepada orang yang merendahkan seorang dari kalangan penghafal Al-Qur’an”. Kemudian saya keluar dan kembali ke Imam Sulaim. Kemudian Sulaim menanyakannya namun saya enggan menjawabnya. Kemudian beliau menyesal dan berhujah dan mencatat dalam transmisi sanadnya bahwa beliau belajar kepada Imam Yahya bin Adam dari Ashim.
Antara Imam Khalaf dan Sulaim
Imam Khalaf secara intens belajar dan membaca secara langsung tentang Al-Qur’an dan qira’atnya kepada Imam Sulaim. Sebab keistiqomahan itulah Imam Khalaf mendapatkan posisi sebagai perawi sekaligus imam qira’at kesepuluh, yang kemudian dikenal dengan “qira’at Imam Khalaf al-'asyir”.
Awal perjumpaannya dengan Imam Sulaim telah memberikan kesan yang mendalam bagi gurunya.
Imam Khalaf bercerita: “Saya mendatangi Sulaim untuk belajar Al-Qur’an kepadanya. Namun di hadapannya banyak santri-santri mengelilinginya, saya menyangka kalau mereka adalah murid-murid yang mendahului saya (senior). Ketika saya duduk, beliau bertanya: “Siapa Anda?”. Saya menjawab: “Saya Khalaf”. Kemudian beliau berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa kamu mencari sanad yang tinggi dalam soal qira’at. Saya tidak akan memungut apapun darimu”.
Imam Khalaf berkata: “Saya, saat itu, datang dan mendengarkan bacaannya, namun ia tidak mengambil sesuatu apapun dari saya. Saya datang pagi-pagi buta kemudian beliau keluar dan berkata: “Saya yang datang duluan, maka saya maju di hadapannya, saya memulai bacaan surah Yusuf, surah ini termasuk surah yang sulit i’rabnya. Kemudian beliau bertanya : “Siapa Anda, saya tidak pernah mendengar bacaan yang sebagus Anda”. Saya jawab: “Saya Khalaf”. Kemudian beliau berkata: “Saya tidak boleh melarang kamu membaca kepadaku, Bacalah!”. Pada suatu hari saya sampai pada kata (وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا), beliau menangis, kemudian berkata: “Hai Khalaf, tahukah kamu, sungguh mulianya orang mukmin menurut Allah, dia tidur, para malaikat mendoakan ampunan untuknya”.
Imam Umar bin Qaid al-Adami berkata: Saya mendengar Khalaf berkata: “Saya membaca Al-Qur’an kepada Sulaim dalam sehari dari awal Al-Qur’an sampai surah al-Munafiqun, beliau tidak menegurku sama sekali hingga sampai pada kalimat (ولكن المنافقين لا يعلمون) kemudian beliau mengangkat kepalanya sembari berkata: “Demi Allah, Engkau orang yang hafidz, namun butuh sedikit pemahaman”. Kemudian saya membaca (وَلكِنَّ الْمُنافِقِينَ لا يَفْقَهُونَ)”. Ini menunjukkan bahwa Imam Khalaf orang yang sangat lancar hafalannya, namun sedikit kesalahan yang dilakukannya membuatkan menegur agar lebih memperhatikan pada unsur-unsur ayat yang mirip.
Komentar Ulama Tentang Imam Khalaf
Imam Khalaf salah satu dari sekian imam qira’at yang memiliki dua posisi yang berbeda dalam bidang qira’at Al-Qur’an. Dengan ketekunannya mempelajari qira’at Al-Qur’an, tak ayal banyak ulama yang mengapresiasi dan memujinya, baik dalam hal keilmuannya maupun pribadinya.
Imam Yahya bin Main, al-Nasa’i dan ulama-ulama yang lain menyatakan bahwa Imam Khalaf adalah orang yang tsiqah.
Imam al-Daruqutni menyatakan bahwa beliau adalah abid yang utama.
Imam al-Husain bin Fahm berkata: “Saya tidak menemukan seseorang yang lebih bagus (bacaannya) daripada Khalaf. Ia mengawali karirnya sebagai ahli Al-Qur’an kemudian menjadi muhadditsin, ia membacakan lima puluh hadits Abi ‘Awanah kepada kami. Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau melakukan puasa setiap hari (saum al-dahr).
Murid-murid Imam Khalaf
Selain meriwayatkan qira’at Imam Hamzah, beliau memiliki qira’at sendiri yang berbeda dengan qira’at Imam Hamzah. Maka wajar apabila banyak dari kalangan penuntut ilmu yang belajar kepada Imam Khalaf, salah satunya adalah Ahmad bin Ibrahim Waraqah, saudaranya, Ishaq bin Ibrahim, Ibrahim bin Ali al-Qassar, Ahmad bin Yazid al-Hulwani, Idris bin Abdul Karim al-Haddad, Muhammad bin Ishaq, guru Ibnu Syanbudz.
Ibnu Asytah berkata: “Imam Khalaf mengambil dan mendalami madzhab Hamzah kecuali 120 huruf (bacaan) yang berbeda, yang dipakai sebagai pilihan bacaannya sendiri”.
Imam Ibnu al-Jazari telah melakukan penelitian bahwa qira’a Imam Khalaf tidak keluar dari qira’at Imam Hamzah, Ali al-Kisa’i dan Syu’bah kecuali pada surah al-Anbiya ayat 95, ia membacanya seperti riwayat Hafs.
Setelah mendarma-baktikan diri kepada kalam-Nya, beliau wafat pada tahun 229 pada bulan Jumadal Akhirah.
Wallahu A’lam
Referensi:
Kitab Tarikh al-Qurra’ al-Asyrah wa ruwwatuhum, Syekh Abdul Fattah al-Qadhi
Kitab Mu'jam Huffadz Al-Qur'an Abra al-Tarikh, Salim Muhaisin, Jilid I
Kitab Siyar ‘A’lamin Nubala’
Kitab Makrifatul Qurra’ Al-Kibar ‘alat Thabaqat wal A’shar, Imam Ad-Dzahab
Kitab Thabaqat al-Qurra’ al-Sab’ah wa Dzikru Manaqibihim wa qira’atihim
Sumber: Situs PBNU