Dalam Ilmu Qira’at ada sepuluh Imam Qira’at yang sangat masyhur, bacaan mereka disepakati oleh Ulama Qira’at sebagai bacaan yang mutawatir, artinya bacaan yang betul-betul asli berasal dari Nabi Muhammad saw. dari Malaikat Jibril as. dari Allah Ta’ala. Sepuluh Imam Qira’aat tersebut ialah :
1.) Nafi’ bin Abi Nu’aim al-Ashbihani.
2.) Ibn Katsir, Abdullah bin Katsir al-Makki.
3.) Abu ‘Amr , Zaban bin al-‘Ala’.
4.) Ibn ‘Amir Abdullah bin ‘Amir as-Syami.
5.) ’Ashim bin Abi an-Najud.
6.) Hamzah bin Habib az-Zayyat.
7.) Kisa’i, Ali bin Hamzah.
8.) Abu Ja’far, Yazid bin al-Qa’qa’.
9.) Ya’qub al-Hadlrami
10.) Khalaf al-bazzar (al-Bazzaz)
Setiap Imam tersebut mempunyai banyak murid. Di antara mereka ada murid kenamaan yang sangat mahir meriwayatkan bacaan Al-Qur’an dari imam-imam mereka atau murid-muridnya.
Dalam perjalanan waktu, dan karena seleksi ilmiah dan alamiah, muncul nama-nama yang akhirnya dijadikan sebagai referensi yang sangat valid dan sangat dipercaya sebagai bacaan yang merefleksikan bacaan Imam-Imam qira’at sebagaimana di atas. Mereka yang disebut sebagai para perawi dari Imam-Imam sepuluh adalah :
1.) Nafi’ kedua perawinya : Qalun dan Warsy.
2.) Ibn Katsir : al-Bazzi dan Qunbul.
3.) Abu Amr : ad-Duri dan as-Susi.
4.) Ibn Amir : Hisyam dan Ibn Dzakwan.
5.) ‘Ashim: Syu’bah dan Hafsh.
6.) Hamzah : Khalaf dan Khallad.
7.) Al-Kisa’i : Abu al-Harits dan ad-Duri al-Kisa’i.
8.) Abu Ja’far : Ibn Jammaz dan Ibn Wardan.
9.) Ya’qub : Rauh dan Ruwais.
10.) Khalaf : Ishaq dan Idris.
Yang akan kita bicarakan disini adalah Imam Hafsh perawi utama Imam ‘Ashim.
Riwayat Hidup Imam Hafsh
Namanya Hafsh bin Sulaiman bin al-Mughirah, Abu Umar bin Abi Dawud al-Asadi al-Kufi al-Ghadliri al-Bazzaz. Beliau lahir pada tahun 90 H. Pada masa mudanya beliau belajar langsung kepada Imam ‘Ashim yang juga menjadi bapak tirinya sendiri. Hafsh tidak cukup mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali tapi dia mengkhatamkan Al-Qur’an hingga beberapa kali (sebagian riwayat menyatakan sampai 6666 kali khataman), sehingga Hafsh sangat mahir dengan Qira’at ‘Ashim. Sangatlah beralasan jika Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa :
“Riwayat yang sahih dari Imam ‘Ashim adalah riwayatnya Hafsh”. Abu Hasyim ar-Rifa’i juga mengatakan bahwa Hafsh adalah orang yang paling mengetahui bacaan Imam ‘Ashim.
Imam adz-Dzahabi memberikan penilaian yang sama bahwa dalam penguasaan materi Qira’at, Hafsh merupakan seorang yang tsiqah (terpercaya) dan tsabt (mantap). Sebenarnya Imam ‘Ashim juga mempunyai murid-murid kenamaan lainnya, salah satu dari mereka yang akhirnya menjadi perawi yang masyhur adalah Syu’bah Abu bakar bin al-‘Ayyasy. Hanya saja para ulama lebih banyak mengunggulkan Hafsh daripada Syu’bah.
Imam Ibn al-Jazari dalam kitabnya “Ghayah an-Nihayah fi Thabaqat al-Qurra’ ” tidak menyebutkan guru-guru Hafsh kecuali Imam ‘Ashim saja. Sementara murid-murid beliau tidak terhitung banyaknya, mengingat beliau mengajarkan Al-Qur’an dalam rentang waktu yang demikian lama. Di antara murid-murid Hafsh adalah : Husein bin Muhammad al-Murudzi, Hamzah bin Qasim al-Ahwal, Sulaiman bin Dawud az-Zahrani, Hamd bin Abi Utsman ad-Daqqaq, al-‘Abbas bin al-Fadl ash-Shaffar, Abdurrahman bin Muhamad bin Waqid, Muhammad bin al-fadl Zarqan, ‘Amr bin ash-Shabbah, Ubaid bin ash-Shabbah, Hubairah bin Muhammad at-Tammar, Abu Syu’aib al-Qawwas, al-Fadl bin Yahya bin Syahi, al-Husain bin Ali al-Ju’fi, Ahmad bin Jubair al-Inthaqi dan lain-lain.
Hafsh memang seorang yang menghabiskan umurnya untuk berkhidmah kepada Al-Qur’an. Setelah puas menimba ilmu Qira’at kepada Imam ‘Ashim, beliau berkelana ke beberapa negeri antara lain Baghdad yang merupakan Ibukota negara pada saat itu. Kemudian dilanjutkan pergi menuju ke Mekah. Pada kedua tempat tersebut, Hafsh mendermakan ilmunya dengan mengajarkan ilmu Qira’at khususnya riwayat ‘Ashim kepada penduduk kedua negeri tersebut. Bisa dibayangkan berapa jumlah murid di kedua tempat itu yang menimba ilmu dari beliau. Jika kemudian riwayat Hafsh bisa melebar ke seantero negeri (terutama di Benua Asia), hal tersebut tidaklah aneh mengingat kedua negeri tersebut adalah pusat keislaman pada saat itu.
Sanad Bacaan Hafsh
Sanad (runtutan periwayatan) Imam Hafsh dari Imam ‘Ashim berujung kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sementara bacaan Syu’bah bermuara kepada sahabat Abdullah bin Mas’ud. Hal tersebut dikemukakan sendiri oleh Hafsh ketika beliau mengemukakan kepada Imam ‘Ashim, kenapa bacaan Syu’bah banyak berbeda dengan bacaannya? padahal keduanya berguru kepada Imam yang sama yaitu ‘Ashim. Lalu ‘Ashim menceritakan tentang runtutan sanad kedua rawi tersebut. Runtutan riwayat Hafsh adalah demikian: Hafsh - ‘Ashim - Abu Abdurrahman as-Sulami - Ali bin Abi Thalib. Sementara runtutan periwayatan Syu’bah adalah demikian: Syu’bah – ‘Ashim- Zirr bin Hubaisy - Abdullah bin Mas’ud.
Penyebaran Qira’at di Negeri-Negeri Islam
Pada saat ini Qira’at yang masih hidup di tengah-tengah umat Islam di seluruh dunia tinggal beberapa saja, yaitu :
1.) Bacaan Imam Nafi’ melalui riwayat Qalun masih digunakan oleh masyarakat Libya dan Tunisia pada umumnya. Sementara riwayat Warsy masih digunakan oleh masyarakat di Afrika Utara (al-Maghrib al-‘Arabi) seperti Aljazair, Maroko, Mauritania. Sedangkan masyarakat di Sudan masih menggunakan empat riwayat yaitu : Qalun, Warsy, ad-Duri Abu ‘Amr, dan Hafsh.
2.) Bacaan riwayat ad-Duri Abu Amr masih banyak digunakan oleh kaum Muslimin di Somalia, Sudan, Chad, Nigeria, dan Afrika Tengah secara umum. Pada waktu-waktu yang lalu riwayat ad-Duri juga digunakan oleh orang Yaman. Hal itu terbukti bahwa Tafsir “Fath al-Qadir” karya asy-Syaukani tulisan Al-Qur’annya mengikuti riwayat ad-Duri. Adanya riwayat ad-Duri di Yaman barangkali bawaan dari Sudan. Mengingat hubungan kedua negara tersebut telah terjalin sejak dahulu.
3.) Bacaan Al-Qur’an riwayat Hafsh dari ‘Ashim adalah bacaan yang paling banyak tersebar di seantero dunia Islam (terutama di Benua Asia). Mengingat masih hidupnya beberapa bacaan melalui riwayat tersebut di atas, pemerintah Saudi Arabia melalui Mujamma’ Malik Fahd bin Abdul Aziz telah mencetak beberapa Mushaf Al-Qur’an dengan lima riwayat yaitu : Hafsh, Qalun, Warsy, ad-Duri dan terakhir adalah Syu’bah.
Latar Belakang Penyebaran Qira’at di Dunia Islam
Sebagaimana diketahui bahwa pada masa Khalifah Umar bin Khathab, banyak negeri-negeri di Irak dan Syam jatuh ke tangan kaum muslimin. Banyak permintaan dari kaum muslimin di negeri-negeri tersebut kepada Khalifah Umar agar mengirimkan guru-guru Al-Qur’an ke negeri-negeri mereka. Maka, Khalifah Umar mengirimkan beberapa utusannya, antara lain adalah sahabat Ibnu Mas’ud diutus ke Kufah, Abu Musa al-Asy’ari diutus ke Basrah, Abu ad-Darda’ diutus ke Syam (Syiria). Bacaan mereka itulah yang akhirnya menyebar ke negeri negeri tersebut.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, terutama setelah penulisan ulang mushaf Al-Qur’an, Khalifah Utsman mengirimkan beberapa guru Al-Qur’an bersama dengan mushaf yang baru saja ditulis ke negeri-negeri Basrah, Kufah, dan Syam. Penduduk negeri-negeri tersebut berseteru tentang bacaan Al-Qur’an mereka pada saat perang di Azerbaijan dan Armenia di Uni Soviet. Pada saat itu Khalifah Utsman mengutus sahabat al-Mughirah bin Abi Syihab al-Makhzumi ke Syam. Dari Syam lalu muncul seorang Qari’ terkenal yaitu Ibn ‘Amir. Ibn al-Jazari mengatakan bahwa bacaan penduduk negeri Syam sampai pada tahun 500 H, menggunakan Qira’at Ibn ‘Amir.
Adapun di negeri Basrah di Iraq setelah masa Abu Musa al-Asy’ari muncullah beberapa Imam Qira’at. Di antara mereka adalah Imam Abu Amr al-Bashri dan Ya’qub al-Hadhrami. Sampai pada tahun 200 H, masyarakat Basrah masih menggunakan Qira’at Abu Amr al-Bashri. Kemudian mereka beralih ke Qira’at Ya’qub al-Hadlrami sampai abad ke 5 H. sebelum akhirnya beralih ke riwayat Hafsh pada masa Turki Usmani.
Sementara di negeri Kufah dimana Abdullah bin Mas’ud dikirim untuk mereka, muncul banyak ahli Qira’at. Di antara mereka adalah Imam ‘Ashim. Lalu Imam ‘Ashim sebagaimana diutarakan di atas mengajarkan kepada murid-muridnya antara lain Hafsh dan Syu’bah. Keterkaitan penduduk Kufah dengan sahabat Abdullah bin Mas’ud dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah sesuatu yang sangat wajar. Penduduk Kufah dalam sejarah perpolitikan adalah pengikut setia (syi’ah) Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sedangkan sahabat Abdullah bin Mas’ud adalah orang pertama yang mengajarkan bacaan Al-Qur’an kepada penduduk Kufah. Sehingga mereka bangga dengan sahabat Abdullah bin Mas’ud.
Disamping bacaan Imam ‘Ashim, di Kufah juga tersebar bacaan Imam Hamzah, perawi Hamzah al-Kisa’i dan Khalaf. Tentang tersebarnya bacaan Hamzah, Ibnu Mujahid berkata dalam kitabnya as-Sab’ah, ketika mengutip perkataan Muhammad bin al-Haitsam al-Muqri :
أدركت الكوفة ومسجدها الغالب عليه قراءة حمزة , ولا أعلمنى أدركت حلقة من حلق المسجد يقرءون بقراءة عاصم
“Aku menjumpai penduduk Kufah, bacaan (qira’ah) yang dibaca di masjid-masjid mereka adalah bacaan Hamzah. Aku tidak menjumpai beberapa kelompok pengajian Al-Qur’an di masjid-masjid Kufah dengan bacaan Imam ‘Ashim. Akan halnya bacaan al-Kisa’i, dalam banyak hal banyak persamaannya dengan bacaan Imam Hamzah terutama dalam bab Imalah. Ibn Mujahid dalam kitabnya “as-Sab’ah” yang ditulis sekitar tahun 300 H menjelaskan, bahwa bacaan Al-Qur’an pada negeri-negeri Islam adalah sebagai berikut : di Mekah dengan bacaan Ibn Katsir, di Madinah dengan bacaan Nafi’, di Basrah dengan bacaan Abu Amr al-Bashri. Sementara di Kufah dengan bacaan ‘Ashim, Hamzah dan al-Kisa’i. Sementara itu Imam Makki al-Qaisi (w. 437 H) berkata tentang bacaan penduduk negeri-negeri Islam pada masa lalu:
وكان الناس على رأس المائتين بالبصرة على قراء ة أبى عمرو البصرى ويعقوب الحضرمى , وعلى أهل الكوفة قراءة حمزة وعاصم , وبالشام على قراءة ابن عامر , وبمكة على قراءة ابن كثير , وبالمدينة على قراءة نافع , واستمروا على ذلك . فلما كان على رأس الثلاث مئة اثبت ابن مجاهاد اسم الكسائى وحذف يعقوب
‘Pada permulaan tahun 200 H, masyarakat di Basrah mengikuti bacaan Abu Amr al-Basri dan Ya’qub. Di Kufah mengikuti bacaan Hamzah dan ‘Ashim. Di Syam mengikuti bacaan Ibn Amir. Di Madinah mengikuti bacaan Nafi’. Kemudian pada penghujung tahun 300 H, Ibn Mujahid memasang nama al-Kisa’i dan mengganti Ya’qub’.”
bersambung