“… Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikian-lah Allah menjelaskan ayat-ayat-(Nya) bagimu, agar kamu mengerti”. (QS. An-Nur/24: 61)
Kata “mubarakah” terambil dari kata “barkah” yang bermakna sesuatu yang mantap juga berarti kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta bersinambung. Kolam dinamai birkah karena air yang ditampung dalam kolam itu menetap mantap di dalamnya tidak tercecer ke mana-mana.
Keberkahan Ilahi datang dari arah yang sering kali tidak diduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat dibatasi atau bahkan diukur. Dari sini, segala penambahan yang tidak terukur oleh indera dinamai berkah. Demikian kata Ar-Ragib Al-Ashfahani.
Adanya berkah pada sesuatu berarti adanya kebajikan yang menyertai sesuatu itu, misalnya berkah dalam waktu. Bila ini terjadi, akan banyak kebajikan yang dapat terlaksana pada waktu itu dan yang biasanya tidak dapat menampung sebanyak aktivitas baik itu. Berkah pada makanan adalah cukupnya makanan yang sedikit untuk mengenyangkan orang banyak, yang biasanya tidak cukup untuk orang sebanyak itu. Dari kedua contoh ini terlihat bahwa keberkahan berbeda-beda sesuai dengan fungsi sesuatu yang diberkahi itu.

Keberkahan pada makanan, misalnya, adalah dalam fungsinya mengenyang-kan, melahirkan kesehatan, menampik penyakit, mendorong aktivitas positif, dan sebagainya. Ini dapat tercapai bukan secara otomatis, tetapi karena adanya limpahan karunia Allah. Karunia yang dimaksud bukan dengan membatalkan peranan hukum-hukum sebab dan akibat yang telah ditetapkan Allah swt., tetapi dengan menganugerahkan kepada siapa yang akan diberi keberkahan kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan hukum-hukum tersebut seefisien dan semaksimal mungkin sehingga keberkahan yang dimaksud dapat hadir, hilang, atau dicuri, dan lain-lain. Sekali lagi, keberkahan bukan berarti campur tangan Ilahi dalam bentuk membatalkan sebab-sebab yang dibutuhkan untuk lahirnya sesuatu. Demikian keterangan mufasir Thabathaba’i.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi dkk.
Sumber: M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 8, hal. 618-61
ADS HERE !!!