Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Thaha/20: 132)
Kata ahlaka/keluarga, jika ditinjau dari masa turunnya ayat ini, ia hanya terbatas pada istri beliau, Khadijah ra., dan beberapa putra beliau bersama Ali bin Abi Thalib ra. yang beliau pelihara sepeninggal Abu Thalib. Tetapi, bila dilihat dari penggunaan kata ahlaka yang dapat mencakup keluarga besar, lalu menyadari bahwa perintah tersebut berlanjut sepanjang hidup, ia dapat mencakup keluarga besar Nabi Muhammad saw., termasuk semua istri dan anak cucu beliau. Bahkan, sementara ulama memperluasnya sehingga mencakup seluruh umat beliau. Putra kandung Nabi Nuh as. tidak dinilai Allah sebagai ahl/keluarga beliau dengan alasan dia tidak beramal saleh (QS. Hud/11: 46). Dengan demikian, semua yang beriman dan beramal saleh dapat dinilai termasuk keluarga Nabi Muhammad saw.
Kata ishthabir dari kata ishbir/bersabarlah dengan penambahan huruf tha. Penambahan itu mengandung makna penekanan. Nabi saw. diperintahkan untuk lebih bersabar dalam melaksanakan salat karena salat yang wajib bagi beliau hanya salat lima waktu, tetapi juga salat malam yang diperintahkan kepada beliau untuk melaksanakan selama sekitar sepertiga malam setiap hari. Ini memerlukan kesabaran dan ketekunan melebihi apa yang diwajibkan atas keluarga dan umat beliau.
Ayat ini menjelaskan amanat berikutnya yang tidak kurang pentingnya dari perintah sebelumnya, ialah perintah Allah kepada Nabi saw. menyuruh untuk keluarganya mengerjakan salat dan sabar dalam melaksanakan salat dengan menjaga waktunya. Jika Rasul dan keluarganya menghadapi berbagai kesuliltan, beliau mengajak keluarganya untuk salat, sebagaimana diriwayatkan dari Sabit, ia berkata: Apabila keluarga Nabi ditimpa kesusahan, beliau memerintahkan mereka untuk salat, “Ayo salatlah, salatlah”, Sabit berkata, “Para nabi jika tertimpa kesusahan, mereka segera menunaikan salat.” (Riwayat Ibnu Abi Hatim).
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi dkk.
Referensi:
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 7, hal. 713.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jd. 6, hal. 217.
ADS HERE !!!