Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat); dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya. (QS. Al-Anbiya'/21: 79)
Pendapat Sayyid Quthub ketika menafsirkan ayat ini terasa agak berbeda dengan sikap dan pendapatnya dalam banyak hal yang bersifat suprarasional. Ulama ini memahami ayat ini dalam arti bahwa Nabi Dawud as. dengan mizmarnya yang merupakan tasbih yang beliau baca dengan suara merdu, bersahut-sahutan gemanya di sekitar beliau, dan diulang-ulangi oleh gunung-gunung dan burung-burung.
Thahir bin Asyur menegaskan bahwa apa yang dialami Nabi Dawud as. ini adalah satu mukjizat, dan tentu saja itu terjadi setelah beliau diangkat menjadi nabi, apalagi keistimewaan itu disebutkan dalam rangkaian uraian ten-tang anugerah Allah kepada para nabi. Ibnu ‘Asyur menduga bahwa mukjizat itu terjadi ketika Nabi Dawud as. bersama pengikut-pengikutnya berkelana di padang Gurun Zif untuk menghindar dari pengejaran Raja Saul. Pengulangan tasbih beliau itu oleh gunung-gunung dan burung-burung, di samping menjadi mukjizat, juga sebagai penenang hati dan hiburan dalam keterasingan mereka dari kampung halaman dan sanak keluarga.
Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung kepada Dawud untuk bersama-sama dia menyucikan Allah. Tasbih gunung-gunung dan burung-burung itu tampak oleh Dawud, sehingga hal itu lebih memberikan kesan yang mendalam kepada perasaannya. Lalu dia tenggelam dalam bertasbih kepada Allah. Kami telah melakukan hal-hal seperti itu. Jadi, hal itu bukanlah sesuatu yang baru dari Kami, jika kalian merasa kagum terhadapnya. Ketenggelaman dalam bertasbih tercapai oleh mereka, karena kesenangan dan kedekatan mereka kepada Allah, sehingga mereka melihat seluruh alam bertasbih kepada-Nya, dan seakan seluruh alam berbicara kepada mereka tentang tasbihnya itu dengan bahasa yang lebih fasih daripada bahasa lisan, bahasa yang dapat diketahui oleh seseorang hanya dengan perasaannya.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi dkk.
Referensi:
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 8, hal. 99-100.
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Juz 17, hal. 75
ADS HERE !!!