“Tidakkah engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata dan banyak di antara manusia?...”. (QS. Al-Hajj/22: 18)
Ayat 18 surah Al-Hajj di atas mengabarkan kepada semua makhluk-Nya yang berakal, bahwa Dialah yang Maha Esa yang patut disembah dan tiada sekutu bagi-Nya, karena itu, janganlah engkau menyembah makhluk-Nya, sebab semua makhluk-Nya, baik “siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata dan banyak di antara manusia”
Pertanyaannya, jika semuanya bersujud lalu bagaimana bentuk sujud dan penyembahan mereka? Dalam tafsir Al-Mishbah dipahami dalam arti ‘kepatuhan alam raya kepada sistem yang ditetapkan Allah bagi masing-masing’. Dicontohkan, Allah memerintahkan air untuk membeku atau mendidih pada derajat tertentu, kapan dan di mana pun dia mematuhi-Nya. Api pun diperintahkan panas dan membakar, maka api mematuhi-Nya. Tapi di suatu waktu ketika diperintahkan tidak membakar, api pun akan sujud yakni patuh, sebagaimana dalam peristiwa Nabi Ibrahim.
Dan dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa sujudnya gunung dan pohon adalah dengan miringnya bayangan keduanya ke kanan dan ke kiri. Adapun mengenai matahari dan bulan diperjelas dengan menyebutkan hadis mengenai Kusuf (gerhana) yang terdapat dalam Sunan Abi Dawud, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah yang intinya menyebutkan bahwa jika Allah menampakkan diri-Nya pada makhluk-Nya (matahari dan bulan), maka makhluk tersebut akan tunduk dan patuh kepada-Nya.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi dkk.
Referensi:
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 8, hal. 177.
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 17, hal. 510.
ADS HERE !!!