Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.” (QS. Fushshilat/41: 11)
Terjemahan kata dukhãn dengan “asap” yang pada umumnya dipergunakan dalam ayat ini, sebenarnya kurang tepat, semestinya diterjemahkan sebagai gas. Sejalan dengan penjelasan ilmiah bahwa pada asal mulanya alam semesta hanyalah terdiri dari gas terutama hidrogen (75%) dan helium (25%) dengan temperatur yang sangat tinggi. Hidrogen adalah unsur paling ringan terdiri dari satu proton di intinya dan dikelilingi oleh satu elektron. Sedangkan helium adalah unsur kedua teringan terdiri dari dua proton dan dua netron di intinya. Hidrogen dan helium berada hanya dalam bentuk inti atom, sedangkan elektronnya terpisahkan oleh radiasi. Terbentuknya unsur-unsur yang lebih berat yang kita kenal sekarang ini seperti karbon dan besi membutuhkan waktu miliaran tahun.
Dari ayat ini, sangat jelas diterangkan bahwa pada awalnya, langit merupakan kumpulan asap, dari asap tersebut terbentuklah benda-benda langit, seperti bintang-bintang, galaksi, dan sebagainya.
Dr. Maurice Bucaille mengatakan, “Sains memberitahu kepada kita bahwa jika kita mengambil contoh (satu-satunya contoh yang sudah mungkin diketahui) dari pembentukan matahari dan bumi maka prosesnya itu melalui kondensasi nebula (kelompok gas) beserta perpecahannya. Secara jelas, ini sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh Al-Qur'an dengan proses yang mula-mula berupa asap samawi, lalu menjadi kumpulan gas, kemudian gas tersebut pecah. Di sini kita dapatkan persatuan yang sempurna antara penjelasan Al-Qur'an dan sains”.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi dkk.
Referensi:
Umar Juoro, Kebenaran Al-Qur'an Dalam Sains, hal. 21-22.
Agus Susanto, Islam Itu Sangat Ilmiah, hal. 41-42.
ADS HERE !!!