dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari), (QS. An-Naba'/78: 13)
Al-Qur'an menamai matahari sebagai sirãjan atau ‘pelita’ karena ia mengandung cahaya dan panas secara bersamaan. Ini terbukti dari hasil penelitian, diketahui bahwa panas permukaan matahari mencapai enam ribu derajat. Sedangkan, panas pusat matahari mencapai tiga puluh juta derajat disebabkan oleh materi-materi bertekanan tinggi yang ada pada matahari. Sinar matahari menghasilkan energi berupa ultraviolet 9%, cahaya 46%, dan inframerah 45%. Inilah alasan mengapa kata tersebut dipilih oleh Al-Qur'an sebagai kata yang tepat untuk menggambarkan karakteristik matahari.
Selain itu, kata wahhajan yang terambil dari kata wahaja yang berarti ‘bercahaya’ atau ‘kelap-kelip’ atau ‘menyala’ sebagaimana terdapat pada ayat 13 di atas, dapat dipahami bahwa Al-Qur'an memberi pesan kepada kita bahwa matahari adalah bintang yang mempunyai sumber cahaya sendiri. Hasil penemuan ilmiah menyebutkan hal tersebut terjadi akibat reaksi nuklik yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakarnya.
Selain yang disebutkan pada ayat di atas, di surah dan ayat lain juga menggambarkan sifat matahari, yaitu pada ayat 1 surah Asy-Syams yang menggunakan kata dhuha untuk menggambarkan bentuk sinar matahari di pagi hari, karena kata tersebut tepat untuk makna sinar matahari pagi yang mengenakkan dan menyehatkan, dan juga pada surah Al-Insyiqaq ayat 16 yang menggunakan kata syafaq, karena kata tersebut tersusun dari huruf syin, fa, dan qaf yang berarti ‘lemah/lembut’. Ini karena syafaq diartikan sebagai matahari pada sore hari yang berwarna kemerahan, bulat, sinarnya lembut, dan indah dipandang.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi dkk.
Referensi:
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 15, hal. 12.
Umar Juoro, Kebenaran Al-Qur'an Dalam Sains, hal. 91-93.
ADS HERE !!!